TERKINI

Langkah Pemindahan Aktivis Rahmadi Dinilai Janggal, Kuasa Hukum Pertanyakan Dasar Hukum

 


Tanjungbalai
 – Pemindahan Rahmadi, aktivis asal Tanjungbalai yang berstatus terdakwa, dari Lapas Kelas IIB Tanjungbalai Asahan ke Lapas Kelas IIA Pematangsiantar pada Senin (17/11) menuai keberatan dari pihak kuasa hukum. Pemindahan dinilai janggal dan tidak sesuai prosedur hukum karena terdakwa belum memiliki putusan hukum tetap.


Kuasa hukum Rahmadi, Ronald M. Siahaan, S.H., M.H., & Partners, Selasa (25/11), menyatakan bahwa kliennya masih berstatus terdakwa dan tengah menjalani proses banding serta pemeriksaan Propam Polda Sumut dan penyidik Polda Sumut.


“Pemindahan ini tidak memenuhi ketentuan karena Rahmadi belum berstatus narapidana. Sesuai Pasal 46 ayat (2) PP 31 Tahun 1999, pemindahan hanya dapat dilakukan terhadap narapidana,” tegas Ronald.


Menurut Ronald, pemindahan ke lapas yang berjarak jauh berpotensi menghambat pendampingan hukum, bahkan dapat memperburuk kondisi terdakwa yang sebelumnya mengaku pernah mengalami kekerasan dalam tahanan. Ia menduga terdapat unsur penyalahgunaan kewenangan dalam proses pemindahan tersebut.


“Kami mempertanyakan mengapa dilakukan mendadak, apakah ada intervensi atau pesanan tertentu? Pemindahan ini berpotensi merugikan hak hukum klien kami,” katanya.


Ronald juga menyampaikan bahwa keluarga Rahmadi merasa terpukul atas pemindahan tersebut dan meminta pemerintah memberi perhatian. Kuasa hukum meminta Presiden dan Menteri Hukum dan HAM untuk mengevaluasi langkah pemindahan tersebut.


Saat dikonfirmasi, Kalapas Kelas IIB Tanjungbalai Asahan, Refin Tua Manullang, dan Kasi Binadik Jawilson Purba membenarkan pemindahan 28 warga binaan ke sejumlah lapas di Sumatera Utara.


Jawilson menjelaskan, pemindahan dilakukan berdasarkan surat dari Kantor Wilayah Kemenkumham Sumut, menyusul kondisi Lapas Tanjungbalai yang mengalami over kapasitas. Saat ini jumlah penghuni lapas mencapai 1.230 orang, sementara daya tampung hanya 707 orang.


“Warga binaan yang dipindahkan umumnya memiliki hukuman di atas 10 tahun, hukuman mati, atau seumur hidup. Langkah ini juga untuk mengantisipasi potensi gangguan keamanan, termasuk kemungkinan aksi demonstrasi,” ujar Jawilson.


Pihak kuasa hukum tetap menilai alasan tersebut tidak relevan dengan status hukum Rahmadi sebagai terdakwa dan belum berkekuatan hukum tetap, sehingga proses hukum terhadapnya dikhawatirkan terganggu.


Kasus ini masih akan berlanjut dan menjadi perhatian publik, terutama terkait dugaan pelanggaran prosedur serta praktik ketidakadilan dalam pemindahan seorang aktivis yang belum memiliki putusan hukum tetap.

© Copyright 2023 - Sada Daily